RIAU, BARANEWS | Dua orang berinisial BM (39) dan ISW (52) ditangkap polisi lantaran menyebarkan berita bohong atau hoax mengenai Ustad Abdul Somad yang dipanggil serta ditangkap polisi perihal masyarakat Rempang.
Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan berita palsu tersebut disebarkan di media sosial Facebook dan Tiktok.
“Berita palsu tersebut berpotensi memicu perasaan kebencian dan permusuhan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengambil tindakan tegas untuk mengungkap kasus ini,” ujar Pandra dalam keterangan yang diterima Senin (2/10/2023).
Pandra menuturkan 2, pengungkapan kasus tersebut bermula dari patroli siber yang dilakukan Subdit 5 Ditreskrimsus Polda Kepri dengan temuan adanya postingan di Facebook pada hari Senin (25/9/2023) yang dibagikan oleh pelaku BM.
“Membagikan postingan berupa foto surat undangan dari Direktorat Kriminal Umum Polda Kepri. Postingan ini diduga mengandung Ujaran Kebencian berdasarkan SARA dan/atau Berita Palsu,” ucapnya.
Adapun keterangan dalam unggahan yang dibagikan itu yakni bertuliskan: “BERIKAN BANTUAN PADA PENGUNGSI REMPANG Ustadz Abdul Somad DI PANGGIL POLISI Ustad Abdul Somad dipanggil polisi karena memberikan bantuan berupa dapur umum ke masyarakat Rempang. Yang dalam surat pemanggilan disebutkan bahwa hal tersebut masuk ke dalam kategori ‘memberikan bantuan kepada pelaku kejahatan’. Yang korupsi bebas, yang memberikan bantuan kepada masyarakat, yang sedang tanahnya dirampas oleh pemerintah, malah dipolisikan, Na’uzubillahiminzalik,” tulis caption itu.
Sementara untuk pelaku ISW ditangkap lantaran pada hari Senin (25/9/2023) atas patroli siber yang dilakukan ditemukan adanya unggahan di media sosial TikTok.
“Akun ini telah mengunggah postingan yang juga mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA dan berita palsu yang mengklaim bahwa Ustad Abdul Somad ditangkap oleh polisi karena membela warga Rempang,” katanya.
“Modus operandi pelaku ISW melibatkan pengunduhan video dari akun TikTok milik orang lain, kemudian mengedit video tersebut untuk menyamarkan sumbernya. Video yang sudah diedit ini kemudian diunggah ke akun TikTok milik pelaku yang pada akhirnya menjadi berita palsu,” imbuhnya.
Barang bukti yang diamankan dari pelaku BM yakni satu unit handphone yang digunakan pelaku untuk mengakses Facebook dan membagikan postingan, serta akun Facebook pelaku beserta hasil unduhan salinan informasi postingan seperti foto, video, dan cerita. Sedangkan barang bukti dari pelaku ISW meliputi satu buah handphone satu buah sim card XL, dan satu buah akun TikTok.
Kedua pelaku kemudian dijerat dengan Pasal 45a Ayat (2) Jo. Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan Ancaman hukuman adalah pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
Serta Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana tentang menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dengan qncaman hukuman pidana penjara hingga 2 tahun.
Juga Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana tentang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dengan ancaman hukuman adalah pidana penjara hingga 10 tahun.
“Kami mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan berbagi informasi, serta untuk selalu memeriksa keabsahan informasi sebelum menyebarkannya. Dalam era digital ini, pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang penggunaan media sosial dapat membantu mencegah penyebaran konten provokatif dan berita palsu,” pungkas Pandra. (PM)