Bener Meriah Baranewsaceh.co – Keberadaan Tugu Radio Rimba Raya adalah monumen sejarah yang mengisahkan betapa heroiknya para pejuang negeri ini dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Keberadaan Radio Rimba Raya adalah penyelamat bangsa ini dari propaganda Belanda dikala itu.
Lewat siarannya yang mendunia, dengan teriakan kalimat “Indonesia masih ada”, Nama Indonesia kembali mengisi percaturan politik dunia dan akhirnya memaksa Belanda kembali turun ke meja perundingan dan akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
Nama besar radio rimba raya sebagai penyelamat bangsa, kini tertaukan dalam sebuah monumen kokoh yang berdiri di kampung Rimba Raya kecamatan Pintu Rime Gayo, kabupaten Bener Meriah.
Pasca dilantik menjadi Bupati Bener Meriah. Bupati Ir. Tagore Abu Bakar merasa kecewa dengan kondisi tugu Radio Rimba Raya, bersemak, kusam dan terkesan tak terurus. Sebagai seorang pemerhati sejarah Bupati Ir. Tagore Abu Bakar pada tanggal 25-April 2025 selanjutnya mengerahkan 10 orang satuan polisi Pamong Praja (Satpol-PP) untuk melakukan pengecatan dan perbaikan seperlunya.
Berselang beberapa hari kemudian Tugu kebanggaan masyarakat Bener Meriah kembali memancarkan warna sehingga tidak terlihat lagi kusam, kumuh dan tak terurus. Selanjutnya perbaikan tulisan “Tugu Radio Rimba Raya” juga di lakukan dengan mengganti huruf huruf yang telah hilang.
Lalu dari mana biaya perbaikan itu..? Kembali Bupati Tagore Abu Bakar meregoh koceknya sendiri tanpa berharap menggunakan anggaran pemerintah daerah. Pertanyaannya adalah, siapa sebenarnya yang tidak peduli dengan sejarah dan Keberadaan Tugu Radio Rimba Raya ?
Bila kita telusuri lebih jauh, anggaran pada tahun 2023/2024. Anggaran bidang kebudayaan pada Dinas pendidikan nol sama sekali. Lalu siapa yang mau di salahkan. Lalu pertanyaan kita apakah tidak pernah diajukan.
Sukry Tomtars,SE,M.Ap. Kabid kebudayaan pada dinas pendidikan kabupaten Bener Meriah kepada media ini menuturkan. Kamis (01/5/2025) “Setiap tahun anggaran selalu kita ajukan untuk bidang kebudayaan, namun selalu tidak mendapatkan perhatian khusus. Ia juga bertanya, apakah karena bidang kebudayaan dalam pelaksanaannya tidak memberikan efek manfaat dan hanya terkesan kegiatan ceremonial belaka. Kembali dia mempertanyakan “ Mau dikemanakan sejarah serta budaya kita ini,” ungkapnya.
Fakta di atas kiranya cukup menjadi catatan kelam bagi kita, sehingga tidak timbul asumsi publik bahwa Tugu Radio Rimba Raya terkesan terabaikan. Lalu siapa yang mau di salahkan dan siapa yang kini peduli akan sejarah di atas negeri ini?. (Hamdani)