Banda Aceh rabu 23 oktober 2024
Inisiator Koalisi Mahasiswa Pemuda Aceh selatan ( KMPAS) muhdi Fahmil Aulia mengatakan
Sangat disayangkan Lembaga Atau Organ Taktis, memberikan statement yang tidak sesuai substansi perpres 125/2016.
Diantaranya, disebutkan bahwa
Jika pengungsi masih berada di kapal di laut, maka itu adalah wewenang aparat penegak hukum. Dan jika berada di daratan, ada di tangan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota.
Dari pernyataan tersebut, maka dapat dijelaskan sangat berbeda dengan Bab II mengenai Penemuan, pada Pasal V, bahwa di perairan wilayah Indonesia dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pencarian dan pertolongan. Dan itu dapat dibantu jika dimintakan bantuan kepada aparat penegak hukum.
Mengenai tanggungjawab pemerintah kabupaten atau provinsi itu diatur di Bab III mengenai Penampungan, pada Pasal 24 ayat (1), pihak Imigrasi yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah meminta tempat penampungan sementara, bukan sebaliknya, sudah cukup jelas peran Imigrasi yang paling utama. Dan untuk diketahui, tidak pernah pihak Imigrasi meminta tempat penampungan sementara kepada pemerintah daerah, malah melepas tangan dengan membiarkan pihak SAR menyerahkan orang asing tersebut ke pemerintah daerah yang semestinya sesuai aturan wajib diserahkan kepada pihak Imigrasi untuk dilakukan identifikasi, pendataan, terhadap orang tersebut, untuk selanjutnya ditempatkan di penampungan sementara.
Oleh karena itu kami menilai bahwa bukan organisasi yang mengkritik kinerja Kanwil Kemenkumham Aceh yang tidak paham aturan, melainkan saudara organ Taktis Dan organisai yang mendukung langkah Kemenkumham Aceh Yg gagal memahami aturan dan patut dipertanyakan kredibilitas dari pernyataan tersebut.
Kami menduga Organisasi Taktis dalam rilis persnya mengenai Kakanwil Kemenkumham Aceh Meurah Budiman terlihat ada kepentingan untuk menepis unsur kelalaian dari Kakanwil Kemenkumham Aceh beserta jajarannya, dengan mengatakan bahwa Kakanwil Kemenkumham Aceh sudah bekerja sesuai aturan, padahal pada kenyataannya sejak diterima informasi dari masyarakat/ nelayan terkait adanya orang asing di wilayah perairan Aceh Selatan disertai temuan jenazah, masyarakat, LSM, serta Pemerintah Daerah, sudah melaporkan ke SAR Aceh, dan pihak Imigrasi dibawah Kanwil Kemenkumham Aceh.
Yang semestinya, sesuai dengan kewenangan tugas Imigrasi mengambil langkah proaktif melakukan koordinasi dengan SAR untuk melakukan evakuasi dan selanjutnya orang asing tersebut diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi, dalam hal ini apabila di tempat/ daerah tidak tersedia fasilitas tersebut, maka diserahkan ke Kantor Imigrasi di wilayah tersebut. Dalam hal ini, Kantor Imigrasi Kelas II Meulaboh, pada Bab II Pasal 9 huruf d, dan Pasal 10, 11, 12, Perpres 125/2016, pada tahapan ini Kanwil Kemenkumham Aceh dan Kantor Imigrasi Meulaboh tidak melakukan tindakan apapun atau membiarkan, yang semestinya sejak awal merasa bertanggungjawab persoalan ini akan jelas penanganannya berdasarkan identifikasi, pendataan melalui pemeriksaan. Sehingga jelas status orang asing tersebut, apakah dikategorikan pengungsi atau kasus TPPO.
Malah yang lebih proaktif adalah pihak kepolisian dengan menetapkan status orang asing di Aceh Selatan adalah murni TPPO. Oleh karena itu, terhadap orang asing tersebut tidak berlaku Perpres 125/ 2016, sebagai pedoman penanganan. Namun masuk dalam aturan UU 6/ 2011, tentang Keimigarasian. Dengan mempedomani Bab VIII, Bagian Keempat, Pasal 87, dan Pasal 89 ayat (1) dan (3). Selanjutnya, Bab X, tentang Penyidikan, cukup jelas bahwa itu kewenangan mutlak dari Imigrasi dan wajib hukumnya ditindaklanjuti sesuai ketentuan, namun apadaya itupun tidak dilakukan malah terkesan menghindar dengan menugaskan staf Imigrasi ke lokasi penemuan dimana staf tersebut tidak mampu berbuat apa-apa dengan alasan tidak berwenang, dan kewenangan ada di Pimpinan sehingga dapat diambil kesimpulan adalah dengan sengaja melalaikan tugas dan kewajiban serta kewenangan yang diserahkan oleh negara kepada Kanwil Kemenkumham Aceh.
Seterusnya, pada Bab XI, Ketentuan Pidana, di Pasal 133, huruf a, Pejabat Imigrasi membiarkan seseorang melakukan tindak pidana Keimigarasian yang patut diketahui olehnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Serta ketentuan yang diatur pada Pasal tersebut huruf b, c, d, e.
Dari ringkasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan sengaja Kakanwil Kemenkumham Aceh melalaikan tugas fungsi serta kewenangannya yang seharusnya menjadi garda terdepan terhadap persoalan ini, sehingga tidak menjadi keributan dan kekisruhan di masyarakat. Maka kami mendesak Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, mencopot Kakanwil Kemenkumham Aceh beserta pejabat terkait karena amburadulnya penanganan orang asing.