Banda Aceh – Mantan anggota DPR Aceh dua periode Irwan Djohan dinilai sangat kurang bermanfaat bagi masyarakat Banda Aceh walau selama 10 tahun menjabat. Apalagi, di periode ke dua 2019-2024 Irwan Djohan justru hampir tak terdengar suaranya di gedung parlemen Aceh.
“Masyarakat Banda Aceh bisa lihat secara nyata bagaimana kinerja Irwan Djohan selama di DPRA. Padahal dia dipilih sebagai wakil rakyat, digaji dengan uang yang berasal dari rakyat dan semestinya maksimal menyuarakan persoalan rakyat,” ungkap ungkap Koordinator Gerakan Muda Peduli Kota (GMPK) Khairul Arifin SH, Senin 14 Oktober 2024.
Khairul melanjutkan, pada periode pertama Irwan Djohan menjabat memang terlihat sensasional tapi tidak berorientasi kepada kepentingan rakyat. Bahkan, Irwan Djohan menjadi salah satu Pimpinan dewan justru berani menandatangani nota kesepakatan (MoU) proyek Multiyears (MYC) 14 ruas jalan dan jembatan yang menyedot APBA hingga 2,7 Triliun Rupiah. Padahal tidak ada kesepakatan kolektif dari DPRA untuk mega proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tak heran, jika KPK sempat memeriksa Irwan Djohan karena memang turut menandatangani MoU Proyek MYC yang terindikasi sebagai proyek megakorupsi dan berpotensi merugikan anggaran rakyat Aceh, walaupun proses pemeriksaan itu kini terhenti karena persoalan internal KPK namun pasti akan diusut kembali. Namun secara jelas, megaproyek ini menjadi catatan hitam di mata rakyat dan menjadi luka mendalam di tengah kepiluan rakyat Aceh, karena MYC ini dinilai menggerus anggaran daerah dalam jumlah yang sangat besar di tengah angka kemiskinan Aceh yang memprihatinkan,” jelasnya.
Kata Khairul, pada periode kedua di DPRA sosok Irwan Djohan justru hampir tak kedengaran suaranya di rapat-rapat DPRA, karena terkesan hanya datang, duduk dan diam belaka. Bahkan ketika persoalan memprihatinkan terkait adanya temuan jual beli daging babi dan anjing di salah satu tempat di Banda Aceh, Irwan Djohan terlihat diam-diam saja padahal Banda Aceh adalah daerah pemilihannya. Justru, anggota DPRA dari daerah pemilihan lain yang bersuara. “Inikan namanya wakil rakyat zero kinerja yang hanya datang, duduk, diam dan terima gaji maupun fasilitas negara saja,” ujarnya.
Menurut GMPK, catatan -catatan suram Irwan Djohan selama DPRA ini tentunya bertolak belakang dengan slogan perubahan yang dijualnya ketika maju walikota.
“Calon Walikota Banda Aceh dengan gaya necis ini memang jelas-jelas tidak pro rakyat, lalu perubahan apa yang ingin ditawarkan. Perubahan ke arah yang meninggalkan rakyatnya,”pungkasnya.(Ril)