JAKARTA | Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Bantuan Pamong Polisi Praja Nusantara (FKBPPPN) memiliki fungsi yang sangat menentukan dalam penegakan ketertiban umum, peraturan dan regulasi daerah. Sebagai ujung tombak dari penegakan hukum daerah, Satpol PP merupakan organ pemerintah yang sering berhadapan langsung dengan berbagai peristiwa konkrit di masyarakat. Bahkan, tidak jarang harus bergesekan dengan masyarakat demi tegaknya hukum di daerah.
Demikian disampaikan Fachrul Razi Ketua Komite I DPD RI pada Kegiatan Advokasi Komite I DPD RI dengan FKBPPPN diadakan pada hari Selasa, (16/1/2024) di Cikarang yang dihadiri oleh Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi dan didampingi oleh Kepala Bagian Komite I DPD RI beserta jajaran, serta perwakilan struktural dari FKBPPPN.
Namun demikian, dengan fungsi setrategis itu, perhatian dari pemerintah terlihat minim. Bahkan, arah kebijakan hukum pemerintah cenderung kurang berpihak kepada Satpol PP, khususnya terkait status kepegawaian. Seiring dengan terbitnya Keputusan Menpan RB No. 11 Tahun 2024 tentang Jabatan Pelaksana Aparatur Sipil Negara, terdapat indikasi status Satpol PP honorer akan dikonversi menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Padahal, Pasal 256 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menghendaki status kepegawaian Satpol PP adalah sebagai jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Komite I DPD RI di bawah kepemimpinan Fachrul Razi, M.IP merespon cepat masalah ini dengan melakukan advokasi terhadap Satpol PP melalui Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara (FKBPPPN). Razi menegaskan kehadiran Komite I DPD RI merupakan bagian dari perjuangan Satpol PP.
Satpol PP tidak bisa dipandang sebelah mata dalam peranannya menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban. Bahkan, tidak jarang Satpol PP harus bekerja 24 jam. Untuk itu, kebijakan alih status Satpol PP menjadi P3K menjadi salah satu perhatian khusus Komite I.
Menurut Razi, sikap Komite I jelas, yaitu tidak setuju dengan alih status Satpol PP menjadi PPPK. Pertama, karena secara terang-terangan melanggar UU Pemda Pasal 256. Melanggar UU Pemda berarti melanggar konstitusi, dan melanggar konstitusi sama saja dengan melanggar Pancasila. Kedua, dengan melihat sifat, beban dan risiko kerja Satpol PP, maka sudah semestinya terhadap 90 ribu Satpol PP saat ini diberikan status PNS yang memiliki kesejahteraan lebih baik daripada P3K, terlepas dari kedua-duanya digolongkan sebagai ASN.
Untuk itu, nasib Satpol PP harus benar-benar diperjuangkan, dan sebagai penguatan perjuangan ini perlu ditopang oleh sinergitas yang kuat antara Komite I dan FKBPPPN.
Setelah pertemuan ini, Komite I sesuai dengan bidang tugasnya akan mengundang Menpan RB dalam rapat kerja. Komite I akan meminta kepada Menteri agar peraturan pemerintah terkait yang akan diterbitkan harus sesuai dengan amanat UU Pemda bahwa status kepegawaian Satpol PP adalah sebagai PNS.
Akan tetapi, Kemenpan RB juga tidak berjalan sendirian, dan harus berkoordinasi dengan Kemendagri mengingat Satpol PP merupakan bagian dari perangkat daerah yang berada di bawah tanggungjawab Mendagri.
Untuk itu, Komite I juga akan segera mengundang Mendagri dan mendesak agar masalah ini diupayakan dapat selesai sebelum Pemilu.
Selanjutnya, melalui mekanisme konstitusional yang lainnya, dalam revisi UU Pemda yang saat ini sedang diprakarsai oleh DPD RI, Razi yang sekaligus juga sebagai Ketua Timja Komite I berjanji akan mengawal habis-habisan agar Pasal 256 UU Pemda dipertahankan. Naskah revisi UU Pemda akan dirancang mulai bulan Januari 2024 ini juga.
Namun demikian, Razi berpesan, bahwa di samping DPD RI memberikan dukungan terhadap Satpol PP berdasarkan kewenangan konstitusional yang dimilikinya, dari pihak FKBPPPN juga jangan mundur selangkahpun dengan begitu saja menerima status PPPK. FKBPPPN harus mengkonsolidasikan diri dan bahkan memobilisasi anggotanya di seluruh provinsi untuk bersiap menggunakan hak berekspresi, hak mengeluarkan pendapat sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 UUD Tahun 1945.
Pada akhir pertemuan, Razi menekankan pentingnya kegiatan advokasi ini, bahwa posisi Satpol PP sangatlah strategis dan layak diperjuangkan menjadi PNS dengan sebuah filosofi bahwa Satpol PP adalah manusia yang perlu dimanusiakan. Satpol PP sudah mengabdi untuk negara, pemerintah, berdinas dengan meninggalkan keluarga dan rela berkorban menjadi ujung tombak pemerintahan. Pemerintahan akan tertib kalau Satpol PP kuat.
Pemerintahan yang tidak tertib atau terganggu, akan menyebabkan investasi juga akan tertanggu dan apabila investasi terganggu maka ekonomi pun akan merosot serta memicu kemiskinan. Itulah sebabnya, Satpol PP harus diperjuangkan baik status, kesejahteraan, tunjangan, maupun jaminan kesehatannya. Di samping itu, tidak sedikit pula Satpol PP yang sudah lama mengabdikan dirinya bahkan sampai ada yang 18 tahun namun tetap tidak mendapat kejelasan status.
Karena itu, Komite I juga akan berupaya meminta affirmasi terhadap Satpol PP yang semacam ini dalam proses alih status menjadi PNS.
Razi berkomitmen untuk mengadakan pertemuan berikutnya dalam rangka melakukan konsolidasi lebih lanjut, membahas perkembangan yang terjadi dan menentukan langkah-langkah konkrit berikutnya. (RED)