Abuse of Law dan Matinya Akal Sehat: “Saat Kritik terhadap Mafia Pupuk Dikriminalisasi”

Redaksi Bara News

- Redaksi

Selasa, 14 Oktober 2025 - 23:26 WIB

50265 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Sri Radjasa, M.BA (Pemerhati Intelijen)

Ketika kanal Roemah Pemoeda Podcast yang dipandu Ilham Rasul menghadirkan Kisman Latumakulita sebagai narasumber, publik disuguhi diskusi tajam tentang carut-marut pengelolaan PT Pupuk Indonesia. Audit independen menemukan adanya kerugian Rp8,3 triliun, angka yang mencengangkan bagi perusahaan pelat merah yang memegang peranan vital dalam rantai pangan nasional. Kritik itu berangkat dari logika sederhana bahwa pupuk adalah jantung pertanian Indonesia. Sekitar 65-75 persen aktivitas pertanian bergantung pada ketersediaan dan distribusi pupuk. Bila sistem distribusinya dikuasai oleh kepentingan pribadi, maka cita-cita swasembada pangan akan berubah menjadi utopia.

Namun, percakapan yang seharusnya menjadi ruang publik untuk koreksi justru berubah menjadi bumerang hukum. Dalam tayangan tersebut, narasumber menyebut Nurlia Sulaiman, pemilik CV Mulia, yang disebut-sebut sebagai adik Menteri Pertanian dan distributor pupuk di wilayah Indonesia timur. Alih-alih menanggapi dengan klarifikasi dan keterbukaan, Nurlia justru melaporkan Roemah Pemoeda ke Polda Sulawesi Selatan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan penyerangan kehormatan pribadi.

Langkah hukum itu menjadi preseden berbahaya. Bukan hanya bagi kebebasan pers dan ruang diskusi publik, tetapi juga bagi integritas hukum itu sendiri. Sebab, hukum yang seharusnya menjadi benteng keadilan kini tampak digunakan sebagai tameng kekuasaan. Dalam literatur hukum, tindakan seperti ini disebut “abuse of law” yaitu penyalahgunaan instrumen hukum untuk tujuan membungkam kritik.

Padahal, Pasal 28F UUD 1945 dengan jelas menjamin hak setiap warga negara untuk mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi. Sementara itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 menegaskan bahwa kritik yang disampaikan untuk kepentingan umum tidak dapat dikriminalisasi dengan pasal pencemaran nama baik. Dalam konteks ini, laporan terhadap Roemah Pemoeda jelas mengandung aroma represi terhadap kebebasan berpendapat.

Lebih jauh, dugaan keterlibatan keluarga pejabat dalam distribusi pupuk menyentuh ranah konflik kepentingan (conflict of interest) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bahkan menegaskan bahwa penyelenggara negara yang menggunakan kewenangannya untuk menguntungkan keluarga atau kerabat dapat dijerat pidana. Jika benar Nurlia memperoleh fasilitas sebagai distributor berkat posisi kakaknya sebagai Menteri Pertanian, maka dugaan pelanggaran etik dan hukum menjadi sangat kuat.

Sayangnya, alih-alih dibuka secara transparan, persoalan ini justru diarahkan pada kriminalisasi pihak yang mengungkap dugaan penyimpangan. Pola ini bukan baru: dari kasus kritik terhadap pejabat, dugaan korupsi BUMN, hingga laporan investigatif media, semuanya sering berujung pada penggunaan pasal karet UU ITE untuk membungkam suara publik.

Pepatah lama mengatakan, “Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.” Tindakan melaporkan kritik justru mempertegas adanya persoalan yang hendak ditutupi. Publik kini menunggu apakah Menteri Pertanian berani bersikap objektif, atau justru membiarkan hukum menjadi alat untuk melindungi kepentingan pribadi.

Jika kritik yang berbasis data dan kepentingan publik terus dikriminalisasi, maka akal sehat akan mati lebih dulu daripada keadilan. Dan ketika hukum kehilangan nuraninya, maka demokrasi hanya tinggal panggung formalitas, dimana kebenaran kalah oleh kekuasaan.

Berita Terkait

Pena yang Kehilangan Nurani
Ketua Dekranasda Nagan Raya Raih Juara III Fashion Show se-Aceh, Tampilkan Motif Khas “Bungong Kayee”
Ketua TP-PKK Nagan Raya Buka Musrena 2025: Dorong Partisipasi Perempuan, Anak, dan Disabilitas dalam Pembangunan
Cerita Petani Anggur Duyu Bangkit: Reforma Agraria Tak Hanya Soal Tanah, tapi Juga Kemandirian
Dari Pengungsi Jadi Pemilik, Cerita Warga Pejuang Eks Timtim yang Terima Manfaat dari Reforma Agraria
Bangsa Ini Tak Butuh Presiden yang Pura-pura Gila
Ketua Dekranasda Nagan Raya Hadiri Rakor Dekranasda se-Aceh di Banda Aceh
Bupati TRK Hadiri Perayaan Maulid Nabi Bersama IKNR Banda Aceh

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 03:26 WIB

KPK Tegaskan Korupsi di Daerah Masih Dominan, Dorong Penguatan Integritas Kepala Daerah

Jumat, 14 November 2025 - 03:23 WIB

Menkes Tegaskan Rumah Sakit Wajib Layani Pasien Tanpa KTP Jika Kondisi Gawat Darurat

Jumat, 14 November 2025 - 03:14 WIB

MK Nyatakan Permohonan Uji Materi Pajak Pesangon dan Pensiun Tidak Dapat Diterima

Jumat, 14 November 2025 - 03:12 WIB

MK Tolak Gugatan Masa Jabatan Kapolri, Tegaskan Polri Bukan Bagian Kabinet

Jumat, 14 November 2025 - 03:09 WIB

MK Tolak Gugatan Uji Materi Syarat Pengunduran Diri Calon Kepala Daerah

Jumat, 14 November 2025 - 03:06 WIB

Mahkamah Konstitusi Tegaskan Anggota Polri Aktif Tidak Boleh Duduki Jabatan Sipil

Jumat, 14 November 2025 - 03:03 WIB

MK Tegaskan Batasan Penggunaan Jangka Waktu Hak Atas Tanah di IKN Harus Bertahap dan Sesuai Evaluasi

Jumat, 14 November 2025 - 02:59 WIB

MK Tolak Permohonan Pembatasan Masa Jabatan Kapolri

Berita Terbaru