Wahabi Anti Maulid Nabi, Zikir Jamaah dan Kenduri Tahlilan Orang Meninggal Dunia
Banda Aceh – Kehadiran jejaring paham wahabi di dalam pemerintahan dan pengambil kebijakan akan menjadi persoalan meresahkan dalam kehidupan masyarakat di Aceh. Sehingga masyarakat hendaknya selektif dalam memilih pemimpin agar jangan sampai pemimpin terpilih adalah sosok yang teafliasi dengan kelompok wahabi.
“Jika Pemerintahan dikendalikan oleh jejaring kelompok wahabi nantinya memberikan karpet merah bagi kelompok wahabi berkembang semakin pesat di Aceh dan hal ini sangat mengkhawatirkan. Dampak kehadiran wahabi di Aceh dapat menimbulkan perpecahan ummat karena mayoritas rakyat Aceh menganut paham ahlussunnah waljama’ah,” ungkap koordinator Gerakan Muda Peduli Aceh (GeMPA) Ariyanda Ramadhan, Jumat 23 Agustus 2024.
Dia menjelaskan, kita (ummat islam) di Aceh Dengan Wahabi kita (umat Islam) susah untuk dekat apalagi bergandengan dengan wahabi sebab bagi wahabi acara seperti maulid nabi, kenduri tahlilan orang meninggal dunia, Nuzulul Quran, tahun baru hijriah, hingga berdzikir dan berdoa bersama pun nanti disebut bid’ah. “Jadi, tentunya jika penganut paham wahabi berkuasa ini akan sangat meresahkan masyarakat, karena mereka menganggap acara seperti itu sebagai bid’ah dan sesat. Untuk perkembangan wahabi di Aceh harus diantisipasi jangan sampai nantinya justru kekuasaan atau pemerintahan di dalam pengaruh paham wahab. Wahabi itu sangat anti dengan zikir jamaah, maulid nabi dan sebagainya,”tegasnya.
Ariyanda menyebutkan, salah satu daerah yang berpotensi serta sangat rawan menjadi ruang dan pintu gerbang bagi jejaring wahabi masuk adalah Banda Aceh, karena merupakan pusat provinsi Aceh dan penyebaran misinya akan lebih mudah dilakukan.
“Jangan sampai misi perubahan dari masyarakat kita yang menganut ahlussunnah waljamaah ke wahabi ini terwujud. Jadi harus dibendung pergerakannya dengan mengantisipasi hadirnya pemimpin yang terafliasi dengan jejaring penganut wahabi,” katanya.
Untuk itu, lanjut Ariyanda, masyarakat Aceh hendaknya lebih selektif dalam memilih pemimpin agar paham wahabi ini dapat dibendung berkembang di masyarakat nantinya. “Kita berharap para ulama dan santri-santri di Aceh akan menjadi ujung tombak membendung pergerakan wahabi di Aceh dengan melakukan pencerahan kepada ummat tentang bahaya wahabi, dan apa dampaknya jika kekuasaan di kendalikan oleh jejaring penganut paham wahabi. Jika tidak dibendung, maka ke depannya akan sulit membendung wahabi berkembang di Aceh jika kekuasaan memberikan ruang-ruang bahkan pintu gerbang bagi jejaring kelompok ini bergerak masif di Aceh. Tentunya kita tidak mau hal-hal baik yang sudah jadi tradisi di masyarakat kita seperti maulid, zikir dan doa berjamaah, nuzulul qur’an serta berbagai kegiatan lainnya dihambat kekuasaan karena dianggap bid’ah, jika kekuasaan dikuasai oleh jejaring penganut wahabi. Mari kita ummat islam di Aceh Bersatu tolak dan boikot calon pemimpin yang terafliasi dengan penganut paham wahabi. Jangan sampai nanti pemerintah sudah mulai kurang peduli dengan pelaksanaan maulid, nuzulul qur’an, zikir dan sebagainya karena dikuasai oleh jejaring yang menganut paham wahabi, ini harus kita bendung dan antisipasi bersama,”pungkasnya.