Oleh: Farhatul Muhaya (Mahasiswi Perbankan Syariah, IAIN Langsa)
Ramadhan adalah bulan suci yang selalu dirindukan umat Islam. Keindahan dan kekhusyukan hari-harinya adalah sesuatu yang sulit didapatkan di hari biasa sehingga tak heran kalau di bulan suci ini begitu banyak hal biasa yang menjadi istimewa.Ramadhan menyediakan paket yang kental dengan makanan jiwa, seperti puasa, tharawih, malam Lailatul Qadar hingga kembali ke fitrah dalam Idul Fitri. Ibadah di bulan Ramadhan memiliki nilai spiritual yang menjanjikan pelakunya mendapatkan kebahagiaan batin.
Biasanya, menyambut kedatangan bulan suci tersebut membawa kesibukan mendadak bagi kaum muslimin, mulai dari sibuk mencari makanan berbuka hingga penampilan, karena memang bulan Ramadhan ini berbeda dengan bulan-bulan yang lain, salah satunya adalah perubahan pola makan, tata berbicara, tata busana dan pelaksanaan ibadah yang diharapkan jauh lebih meningkat dari biasanya. Dan masjid-masjid pun biasanya mulai ramai dikunjungi di awal bulan Ramadhan. Pekan ini semarak tarhib Ramadhan pun sudah mulai terasa, dari mulai majelis pengajian, kantor , hingga instansi pemerintah, semuanya berduyun-duyun menyelenggarakan kajian menyambut Ramadhan, yang biasa disebut dengan Tarhib Ramadhan. Namun bagai dua sisi mata uang, saling beriringanm janji paket rohani juga diintip oleh peristiwa berkategori budaya yang bila tidak disikapi dengan arif hanya akan memunculkan “panggung tetaer, karnaval atau pertunjukan ibadah” yang hanya mementingkan gebyarnya saja tanpa membawa nilai transformatif pada kita untuk menjadi manusia yang bertakwa karena ditingkahi dengan gemulai duniawi yang begitu menggoda.
Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira dengan akan datangnya bulan Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan.
Layaknya sesuatu yang ditunggu-tunngu dan dinantikan tentu akan menjadikan Ramadhan sebagai primadona dikalangan bulan lainnya sebab ini hanya datang sekali dalam setahun dan akan disambut dengan Idul Fitri setelah Ramadhan usai, tentu ini yang menjadikan kebahagian yang berlipat ganda bagi umat Muslim. Seperti halnya Indonesia, negara dengan keberagaman adat dan tradisi ini semakin menarik saat Ramadhan tiba. Berbagai tradisi di berbagai daerah dengan sendirinya berjalan tanpa harus direncanakan bagai sudah mendarah daging.
Banyak tradisi unik yang dilakukan masyarakat Indonesia dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Setiap daerah memiliki tradisi masing-masing yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Mulai dari membersihkan diri atau mandi bersama-sama ke sebuah tempat pemandian, hingga makan bersama. Walaupun tradisi-tradisi tersebut berbeda di setiap daerahnya, namun semangat dalam menyambut bulan Ramadan tetaplah sama.
Namun agak berbeda dengan tahun ini dan setahun kebelakang, ada tamu tak diundang lainnya yang datang tanpa memberi kabar berita. Ya COVID 19, virus ini sedikit betah berlama-lama dan masih menetap dibeberapa negara dunia termasuk Indonesia. Dengan adanya virus ini banyak kegiatan manusia terbengkalai dan bisa saja tertunda. Mungkin puasa tahun ini akan terasa berbeda dengan tahun-tahun kemarin. Tradisinya-tradisinya juga akan terasa berbeda, tiada shalat taraweh berjamaah, tiada tadarus bersama-sama, tiada ngabuburit, dan endingnya tiada shalat ied berjamaah, surat edaran pemerintah yang menerapkan PSBB dan juga anjuran tidak beraktivitas diluar rumah, juga larangan mudik yang menyebabkan banyak perantau tidak bisa menjalankan Ramadhan maupun Idul fitri bersama keluarga dikampung halaman.
Berikut beberapa tradisi menyambut Ramadhan di Indonesia:
- Meugang (Aceh)
Meugang, sebuah tradisi yang menjadi warisan budaya masyarakat Aceh untuk menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi meugang yang sudah ada sejak ratusan tahun itu identik dengan makan daging sapi atau kerbau bersama, yang diolah dengan beraneka ragam masakan. Untuk mengikuti tradisi itu, warga tidak peduli dengan harga daging yang melambung tinggi hingga 50 persen dari harga normalnya.Aceh memiliki tradisi menyambut bulan Ramadan yang lain lagi. Meugang di aceh merupakan tradisi di mana orang-orang Aceh memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat, dan yatim piatu. Biasanya saat tradisi ini, diadakan penyembelihan kurban berupa sapi atau kambing seperti yang dilakukan pada hari raya kurban.
Biasanya, H-4 sebelum Ramadan tiba, para penjual daging dadakan berjejer rapi dilokasi yang telah ditunjuk pemerintah setempat. Namun sekitar sepekan, ruang yang biasanya dipenuhi penjual daging dadakan itu masih kosong. Tidak ada kerumunan warga yang memadati lapak penjual daging. Begitupun sebaliknya, jumlah penjual daging menurun drastis. Sungguh Corona sangat merugikan banyak orang.
- Padusan (Jawa)
Padusan adalah tradisi yang banyak dilaksanakan khususnya di kalangan masyarakat Jawa menjelang Bulan Ramadhan. Salah satu bentuk kearifan lokal Jawa ini konon sudah ada sejak zaman Wali Songo. Tradisi ini bertujuan untuk membersihkan diri baik secara lahir dan batin guna menyongsong datangnya Bulan Ramadhan. Tradisi unik ini merupakan kegiatan mandi dengan niat membersihkan atau menyucikan diri sebelum datangnya bulan Ramadan. Tradisi padusan ini biasanya dilakukan di tempat-tempat seperti pantai, sungai ataupun sendang. Padusan tentunya sudah tidak asing lagi di telinga orang-orang Jawa. Ketika tradisi padusan, orang akan berbondong-bondong ke sebuah tempat pemandian untuk mandi dan berendam. Mereka percaya air bisa menyucikan diri dalam rangka menyambut bulan Ramadan.
Padusan sendiri dilakukan sebagai simbol untuk membersihkan jiwa dan raga sehingga bersih lahir batin. Keadaan bersih itu membuat seseorang siap menghadapi Bulan Suci Ramadhan. Selain itu, padusan juga bisa menjadi momen untuk merenung dan introspeksi diri atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan di masa lampau. Oleh karena itulah padusan harus dilakukan di tempat yang sepi seorang diri. Dengan keheningan dan suasana yang syahdu, seseorang bisa mengintropeksi diri agar memiliki niat lurus dalam menjalani ibadah di Bulan Ramadhan.
Seiring waktu, penerapan padusan pada masyarakat Jawa mengalami pergeseran. Ritual mandi besar dalam tradisi padusan tidak lagi harus dilakukan di sumber mata air, namun bisa di rumah masing-masing. Di tambah lagi saat musim pandemi ini orang tidak boleh keluar rumah dan mengadakan acara yang bisa menciptakan kerumunan.
- Megengan (Jawa)
Tradisi unik menyambut bulan Ramadan satu ini beda lagi, Megengan merupakan tradisi membagikan kue apem dan makanan-makanan ringan lainnya. Megengan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga pada saat penyebaran Agama Islam di Jawa Timur. Megeng berasal dari kata megeng yang berarti menahan, hal ini dikaitkan dengan bulan puasa yang identic dengan menahan lapar dan haus serta menahan hawa nafsu.
Tradisi ini masih bisa dijalankan walaupun keadaan sedang ditimpa COVID 19, sebab kegiatan berbagi apem dapat dilakukan dengan mengantar bungkusan apem kerumah tetangga atau keluarga terdekat tanpa harus melakukan kerumunan. Itikad baik ini sebaiknya tidak ditunda karna untuk meningkatkan semangat masing-masing juga membutuhkan dukungan dari orang terdekat atau tenangga.
- Balimau (Jawa)
Balimau merupakan tradisi yang tidak jauh berbeda dengan padusan, namun tradisi ini biasa dilakukan oleh orang Minangkabau. Tradisi unik menyambut bulan Ramadan satu ini merupakan mandi dengan menggunakan jeruk nipis yang dilakukan di aliran sungai ataupun tempat pemandian lainnya. Tujuan dari balimau adalah membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadan. Tradisi unik ini sudah dijalankan secara turun temurun dan dipercaya telah berlangsung selama berabad-abad. Dulunya balimau dilakukan karena tidak semua orang bisa mandi dengan air bersih dan tidak adanya sabun. Lalu digunakanlah limau (jeruk nipis) untuk membersihkan diri dari kuman dan keringat. Orang-orang di Sumatera Barat biasanya melakukan tradisi ini dengan mandi bersama-sama di sebuah tempat pemandian, hampir sama seperti padusan di Jawa.
- Suru Maca (Bugis-Makassar)
Di Sulawesi Selatan, terutama suku Bugis-Makassar ada ritual ‘Suru Maca’ yang menjadi tradisi sebelum memasuki bulan puasa. Suru Maca yang berarti membaca doa secara bersama untuk dikirimkan kepada leluhu. Biasanya, ritual Suru Maca dilakukan tepat sepekan memasuki bulan suci Ramadan. Dengan menyajikan beragam kuliner khas suku Bugis-Makassar yang diletakkan di lantai dan biasanya juga di atas ranjang tidur.
Ulama atau tokoh agama kemudian membaca doa dan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah pembacaan doa selesai, para keluarga yang menggelar ritual tersebut kemudian menyantap masakan yang telah didoakan. Makanan yang biasanya disediakan dalam ritual Suru Maca itu diantaranya opor ayam, ayam goreng tumis, serta nasi ketan dua warna, yakni ketan putih maupun hitam serta gula merah yang telah dicairkan atau akrab disebut songkolo palopo. Ritual menjelang Bulan Ramadan ini sudah dilakukan oleh nenek moyang suku Bugis-Makassar yang sampai saat ini masih terus terjaga.
- Megibung (Bali)
Megibung Megibung merupakan tradisi warga Karangasem, Bali untuk menyambut bulan Ramadan. Megibung merupakan kegiatan makan bersama, dilakukan dengan beberapa kelompok orang duduk bersila dan membentuk lingkaran, dimana nasi telah tersedia beserta lauk pauknya di atas nampan. Satu kelompok tersebut dinamakan satu sela. Acara makan-makan ini diselingi dengan obrolan obrolan ringan. Satu porsi nasi megibung biasanya dinikmati oleh delapan orang atau bisa juga oleh empat orang.
- Nyorog (Betawi)
Nyorog adalah tradisi masyarakat Betawi yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Nyorog dilakukan dengan membagikan berbagai bingkisan seperti sembako, ikan bandeng dan daging kerbau kepada sanak keluarga. Bingkisan nyorog biasanya juga bisa berupa makanan khas Betawi seperti sayur gabus pucung. Tujuan dari nyorog adalah untuk mengingatkan bahwa bulan Ramadan akan segera datang dan Ramadan merupakan ajang untuk saling silaturahmi.
Tradisi Nyorog atau membawa masakan olahan sendiri ke rumah orangtua bagi warga Betawi di Bekasi, Jawa Barat, sudah jadi kebiasan turun-temurun yang wajib dijalankan saat perayaan Idul Fitri. Merayakan hari kemenangan setelah satu bulan berpuasa dinilai tak sempurna jika tanpa silaturahmi ke orangtua atau keluarga.
Namun, perayaan Ramadhan dan Idul Fitri 1441 Hijriah yang bersamaan dengan musibah global pandemi Covid-19 memaksa sebagian warga Betawi untuk merayakan tradisi itu dengan berbeda-beda.
Bulan suci Ramadhan merupakan waktu yang dinanti-nanti oleh para umat muslim. Pada bulan Ramadhan seringkali dijadikan sebagai moment untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta dengan beribadah secara berjamaah dan berkumpul bersama keluarga dan teman-teman saat berbuka puasa. Namun di tengah pandemi COVID-19 (Corona Virus Desease 2019) ini, dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penularan virus tersebut yang mengakibatkan kegiatan ibadah, bekerja, dan belajar dilakukan di rumah.
Ibadah puasa di tengah pandemi COVID-19 merupakan sebuah tantangan bagi setiap orang. Selain harus menahan lapar lebih dari 12 jam lamanya, kamu juga dituntut untuk selalu bisa menjaga kesehatan agar tidak mudah tertular virus Corona. Ramadan memang erat dengan ibadah bersama di masjid. Namun, demi memutus rantai penularan COVID-19, dianjurkan untuk tetap menerapkan physical distancing. Jadi, sebaiknya beribadah di rumah saja.
Bulan puasa juga merupakan momen yang tak lepas dari kegiatan silaturahmi. Namun, di tengah merebaknya virus Corona seperti sekarang, lebih baik menunda dulu berkumpul dengan sanak saudara atau kerabat secara langsung untuk mengurangi risiko penyebaran virus ini. Mengurungkan niat untuk mudik tidak akan mengurangi kesucian bulan penuh berkah ini. Justru tindakan ini merupakan perbuatan yang baik karena melindungi keluargamu dan orang lain dari risiko terinfeksi virus Corona.
Menjalani bulan Ramadan saat pandemi COVID-19 memang akan sangat berbeda dengan bulan-bulan Ramadan biasanya, terutama yang melibatkan silaturahmi dan ibadah bersama. Namun ini harus tetap dijalan guna mengikuti ajuran pemerintah dan menjaga keamanan dan kenyamanan bersama.
Semoga Ramadhan tahun depan COVID 19 sudah berlalu dan semua umat muslim dapat melaksanakan Ibadah berjamaah dimasjid dan juga dapat berkumpul dengan keluarga tercinta, juga dapat menjalankan semua tradisi yang sudah tertunda kurang lebih 2 tahun juga dapat kembali meningkatkan perekonomian masyarakat yang turun akibat musibah pandemi ini.
Stay safe and stay healthy everyone.
With love