Energi baru dan terbarukan (EBT) dari sumber-sumber lokal bisa dimanfaatkan untuk menyediakan energi secara mandiri bagi masyarakat yang belum terjangkau jaringan listrik PLN. Selain itu, penggunaan EBT bisa jadi solusi melepas ketergantungan masyarakat dari energi fosil yang tidak ramah lingkungan
Guru Besar Universitas Udayana, Bali, Profesor Ida Ayu Giriantari mencontohkan kawasan wisata kepulauan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung yang mulai mengembangkan penyediaan energi listriknya dari matahari yang berlimpah. Saat ini, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Nusa Penida sebesar 3,5 megawatt.
“Melihat dari potensi surya yang ada di sana, dan juga perkembangan harga dari pembangkit listrik tenaga surya itu, yang dalam sepuluh tahun terakhir ini turun sangat drastis, maka ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan di Nusa Penida,” kata Ida.
Kondisi geografis dan ketersediaan sinar matahari yang sangat besar, kata Ida, harus disikapi oleh pemerintah dengan mendorong peningkatan penyediaan listrik dari energi terbarukan ini.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berkat letak Indonesia yang berada di garis Khatulistiwa, potensi surya mencapai 3.294 gigawatts (GW) atau 89 persen dari total potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang mencapai 3.687 GW di Indonesia.
Selain matahari, papar Ida, sumber daya hayati lokal seperti jarak pagar, dapat pula digunakan sebagai sumber energi di pulau-pulau kecil. Misalnya, kondisi alam di kepulauan Nusa Penida, yang berkontur tanah kapur dan cuaca yang cenderung kering, cocok untuk budidaya tanaman itu.
Ida mengatakan bahwa dari studi yang telah dilakukannya, sekitar 20 persen dari total 4.000 hektare lahan di Pulau Nusa Penida yang masih dapat dioptimalkan, bisa ditanami jarak pagar.
Ida berhitung bila sekitar 25 persen dari lahan atau sekitar 1.000 hektare ditanami jarak pagar, satu hektare bisa menghasilkan sekitar antara 540-680 liter biodiesel.
“Jadi sekitar 540.000 liter per harinya untuk di Nusa Penida dari tumbuhan jatropha,” kata konsultan manajemen energi itu.
Jarak pagar adalah sejenis tumbuhan bersemak yang banyak ditemukan di daerah-daerah tropis. Biji jarak mengandung minyak yang jika diolah bisa menjadi minyak biodiesel. Menurut Kementerian ESDM, tantangan pengembangan bahan bakar nabati dari jarak, antara lain harga keekonomian dan kepastian ketersediaan pasokan (VOA)