Budaya Politik Parokial Pada Masyarakat Suku Gayo di Aceh Tengah

Redaksi Bara News

- Redaksi

Selasa, 23 Mei 2023 - 18:21 WIB

50852 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Oleh : DARAMELA MB (2110103010016) Mahasiswi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Syiah Kuala

Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan, dari segi budaya Politik Partisipan, Semua ciri- cirinya telah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.

Budaya politik di Indonesia bermacam-macam karena masyarakat Indonesia bersifat heterogen (majemuk). Oleh karena itu, terdapat perbedaan budaya (termasuk budaya politik) yang kadang-kadang cukup besar di antara suku-suku bangsa di Indonesia.

Lebih detailnya dalam tulisan ini akan membahas tentang Budaya Politik Parokial.

Budaya Politik Apatis (Parokial) ini terdapat pada masyarakat yang masih tradisional seperti di desa-desa terpencil atau masyarakat suku pedalaman. Pada budaya masyarakat Parokial, perhatian dan minat terhadap objek-objek politik yang luas sangat kecil sekali bahkan tidak ada, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka tinggal. Salah satu daerah yang menganut budaya politik ini adalah suku gayo.

Gayo adalah nama sebuah suku berpopulasi kecil yang mendiami sebuah wilayah bernama Tanoh Gayo yang terletak di pedalaman Aceh. Gayo adalah salah satu dari sekian suku minoritas di provinsi Aceh. Populasi suku bangsa gayo berjumlah 11,46 % dari total 5 juta penduduk aceh, yang umumnya tersebar di empat kabupaten, yaitu kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Kabupaten Gayo Lues, dan sebagian kecil di Kabupaten Aceh Tamiang. Secara budaya suku bangsa Gayo juga memiliki sistem pemerintahannya tersendiri, yaitu suatu sistem yang berdasarkan Hukum Adat, dan berlandaskan hukum Islam.

Baca Juga :  Pastikan Kesehatan Personel Pengamanan Pemilu 2024 Prima, Si Dokkes Kembali Lakukan Pemeriksaan Kesehatan

Sistem kepemimpinan/pemerintahan suku Gayo terangkum dalam pranata Sarak Opat, yang mempunyai empat unsur kepemimpinan, Reje (raja), Imem (imam), Petue (petua), dan Rayat. Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut gampong. Setiap gampong dikepalai oleh seorang gecik.

Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat. Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan).

Budaya Politik Apatis (Parokial) dapat dilihat dari kurangnya partisipasi warga negara terhadap kegiatan bidang ini, kurangnya partisipasi ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah mereka hidup di pedalaman atau daerah terpencil. Suku ataupun masyarakat yang tinggal di pedalaman cenderung tidak peduli dengan dunia luar dan tidak memiliki minat terhadap objek-objek politik.

Hal tersebut menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat terhadap kegiatan politik maupun kebijakan pemerintah lainnya, serta minimya informasi yang tersampaikan dikarenakan permukiman mereka yang sulit dijangkau, seperti di daerah pegunungan, pesisir maupun desa terpencil lainnya.

Faktor lain yang menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat adalah sarana dan prasarana. Biasanya terjadi pada kelompok masyarakat yang tradisional atau berada di wilayah terpencil, sehingga sarana untuk ikut berpartisipasi pun kurang memadai. Parokial ditandai dengan kurang tertariknya warga mengenai masalah politik.

Baca Juga :  Operasi Bina Kusuma 2023, Cegah Kenakalan Remaja Sejak Dini Kasat Binmas Polres Aceh Tengah Lakukan Penyuluhan di Sekolah

Masyarakat di wilayah terpencil menjadi apatis karena mereka beranggapan bahwa apapun yang terjadi di dunia luar, baik itu kebijakan maupun kekuasaan pemerintah, tidak akan berpengaruh pada kehidupan mereka, dikarenakan latar belakang mereka yang hanya masyarakat biasa yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah ataupun kenegaraan.

Selain faktor yang disebutkan diatas ada juga faktor lain yang mempengaruhi kurangnya partisipasi masyarakat, yaitu faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan masyarakat di suku pedalaman. Rendahnya pendidikan di kawasan terpencil menyebabkan keterbatasan perekonomian masyarakat.

Biasanya masyarakat yang tinggal di desa terpencil hanya berprofesi sebagai petani dan pekebun, jarang sekali ang bekerja di instansi pemerintahan, kecuali warga yang bermigrasi ke Kota. Keterbatasan ekonomi tersebut menyebabkan kurangnya pastisipasi masyarakat. Masyarakat cenderung menutup diri dengan dunia luar dan menunjukkan sikap ketidakpedulian serta ketidaktertarikan bahkan menarik diri dari kawasan politik.

Masyarakat yang tinggal didesa terpencil juga jarang sekali berhadapan dengan sistem ini, kesadaran warga mengenai kewenangan serta kekuasaann negara sangat rendah. Jadi, intinya budaya politik ini merupakan budaya politik dimana masyarakatnya tidak aktif berpartisipasi atau bahkan menutup diri dari dunia politik.

Sebagaimana desa daerah terpencil lainnya, masyarakat Gayo memiliki kearifan lokal dan tradisi leluhur yang diturunkan secara turun temurun. Berdasarkan karakteristik masyarakat suku gayo merupakan minoritas dan masih sarat dengan tradisi serta hukum Islam. Selain itu suku gayo terdapat di desa terpencil di pedalaman Aceh. Hal ini berkesinambungan dengan budaya politik Parokial yang dimaksud. Masyarakat suku gayo juga memiliki sistem pemerintahannya sendiri, yang artinya bahwa mereka tidak memiliki perhatian dan minat terhadap politik-politik luar

Berita Terkait

Launching Dan Peusijuk  Program Makan Bergizi Gratis Di Nagan Raya
PT Fajar Baizuri & Brothers Salurkan CSR untuk Lima Desa di Nagan Raya
Ketua YARA Aceh Barat-Nagan Raya Raih Penghargaan Dari JAB Award 2025, Kategori Lifetime Achievement.
Zulfikar Pimpin PWI Nagan Raya Periode 2025 – 2025.
Menjelang Konferensi II PWI Nagan Raya Zulfikar Resmi Mendaftar Bakal Calon Ketua PWI.
Hadiri Karnaval Hut Kute Takengon Ke 448 Tahun, Wakil Ketua DPRK Apresiasi Antusias Ribuan Masyarakat Menyaksikan
Bob Nen Anggota DPRK Nagan Raya Minta BKSDA Tangani Gajah Liar.
Menjelang  Konfercab II PWI Nagan Raya Panitia Mulai Buka Pendaftaran.
Tag :

Berita Terkait

Jumat, 14 Februari 2025 - 22:44 WIB

Komisi III DPRA kunjungan kerja Ke Bea Cukai Langsa: Dukung Berantas Barang Impor Ilegal

Kamis, 13 Februari 2025 - 12:26 WIB

Ketua Serikat Mahasiswa Islam Cabang Langsa Apresiasi Langsa Promotion Festival

Kamis, 6 Februari 2025 - 16:51 WIB

Fakta terungkap! Azwir Notaris, bantah terhadap Tuduhan Muslihah IT terkait Yayasan MIM Langsa

Minggu, 2 Februari 2025 - 17:16 WIB

Jalan Berlubang di Langsa: Kecelakaan Beruntun dan Tanggung Jawab Pemerintah

Sabtu, 28 Desember 2024 - 18:49 WIB

PPN 12% Kenaikan Pajak yang Membebani Rakyat dan UMKM

Minggu, 22 Desember 2024 - 21:05 WIB

Sekolah Islam Gender dan Harlah KOPRI ke-57 Bahas Peran Perempuan dalam Era 5.0 Berlandaskan Aswaja

Jumat, 20 Desember 2024 - 02:23 WIB

Tuha Peut Gampong Sungai Pauh Pusaka : Semuanya Sudah Sesuai Prosedur dan aturan yang berlaku.

Minggu, 1 Desember 2024 - 00:33 WIB

Dialog Nasional Himpunan Mahasiswa PAI: Menyatukan Visi untuk Inovasi dan Peningkatan Kualitas Prodi Pendidikan Agama Islam

Berita Terbaru

SUBULUSSALAM

Wali Kota Subulussalam Pimpin Apel Perdana

Selasa, 18 Feb 2025 - 08:32 WIB