Banda Aceh – Kepala Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SPUM) Ladong Hendry Iskandar Madyantoro menyebutkan, jika provinsi ini memiliki potensi besar dalam pengembangan budi daya jenis ikan air tawar.
Selama ini, kata dia, pengembangan budi daya jenis ikan tawar banyak dilakukan di wilayah tengah Provinsi Aceh, seperti di Kabupaten Aceh Tenggara, Gayo Lues, Subulussalam, Aceh Tengah, Bener Meriah.
“Perikanan darat mampu mengatasi saat krisis ikan di laut seperti yang saat ini dialami oleh beberapa kabupaten/kota yang ada di Aceh, yang disebabkan oleh faktor cuaca, gelombang laut yang tinggi dan faktor faktor lainnya,” kata dia, Jumat (3/2/2023).
Menurut estimasi, kata Hendry, pengembangan melalui pembangunan sektor perikanan darat jika berdayakan secara sporadik dengan memberdayakan tambak dan kolam pola semi intensif tentu saja menghasilkan ratusan bahkan ribuan ton per bulannya.
Hal tersebut, kata dia, terwujud melalui gerakan menggalakkan sektor perikanan darat di seluruh Aceh dengan gambaran situasi jumlah tambak air payau perkiraan luas tambak produktif 53.375 ha dan cadangan lahan air tawar di perkirakan 5.010 ha.
Ia menyampaikan bahwa pada 19 Mei 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui program Integrated and Revitalisasi Shrimp Farming mmetakan kawasan budi daya di wilayah Aceh Timur (Modelling) sebanyak 500 Ha (On Farm).
Selanjutnya, kata dia, kawasan Sulawesi Tenggara Kabupaten Muna 500 ha, Kabupaten Konawe Selatan 250 ha dan Nusa Tenggara Barat di Kabupaten Sumbawa 500 ha dengan nilai investasi Rp7.5 triliun.
“Dengan konsep pengelola Small Scala Shrimp Revitalization,” katanya.
Pemerintah Provinsi Aceh, tambah Hendry, dalam hal ini sudah mendukung kegiatan budi daya sektor perikanan darat dengan program sistem budi daya bioflok yang tersebar di seluruh Provinsi Aceh dengan berbagai ukuran Kolam Bioflok Diameter 20 m, 25 m, 10 m dan 6 m.
“Sehingga nantinya bisa dimamfaatkan oleh masyarakat dalam membudidayakan sektor perikanan darat,” tutur Hendry. (IP)