Ilustrasi/Net
Bener Meriah Baranewsaceh.co | Awal tahun kemarin, dalam pertemuan antara Pengurus Dewan Kesenian Aceh Provinsi dan Kabupaten Kota, Kadisbudpar Aceh Al Munizar mengatakan akan melakukan Rapat Koordinasi antara seluruh Dewan Kesenian Aceh dan Kabiro Hukum untuk membahas persoalan SK Pengurus Dewan Kesenian Aceh Provinsi. Beliau meminta Kabid Seni Budaya untuk menyiapkan anggaran untuk kegiatan tersebut, namun sampai hari ini hal tersebut tidak di lakukan, bahkan sudah ganti Pj. Gubernur sebanyak 2 kali.
Membaca draft Raqan Pemajuan Kebudayaan akhirnya terjawab kenapa Rakor tidak terjadi sampai sekarang, ternyata Kadisbudpar bersama Biro Hukum sedang menyiapkan Lembaga baru untuk menghapus seluruh Lembaga Dewan Kesenian yang ada di Aceh. Ini persengkokolan jahat yang tidk bisa di tolerir
Gaya kelicikan seperti ini sudah sering dilakukan oleh oknum pegawai Disbudpar. ketika kami sikapi dengan keras, mereka bilang kami susah diajak kerjasama, kalau kami bersikap lembut dan sabar seperti yang dilakukan oleh Ketua DKA Provinsi dalam menghadapi proses penerbitan SK Pengurus DKA yang telah kami pilih, ternyata dianggap lemah dan mulai timbul jiwa penjajahannya pada kesenian.
Perlu Kadisbudpar dan Karo Hukum ketahui, Kesenian bagi kami masyarakat Dataran Tinggi Gayo adalah napas dan kehidupan kami. Menghapus lembaga Dewan Kesenian berarti membunuh kami, maka kami tidak akan tinggal diam. Kami menunggu panggilan jihad dari Ketua DKA Provinsi, kami siap mengepung Banda Aceh. Ucap Munawir Arloti (35) ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bener Meriah.
Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan proses SK Pengurus DKA Provinsi Aceh, maka kami akan kepung Banda Aceh dan meminta Pj. Gubernur Aceh untuk mencopot Kebiro Hukum Setdaprov Aceh dan Kadisbudpar Aceh, karena telah melakukan kejahatan kepada kesenian. Tutupnya Minggu 06/10.
Senada diatas, Hamdani (49) wakil ketua dewan kesenian Bener Meriah sangat menyesalkan persoalan ini. Seharusnya pihak Disbudpar Aceh lebih Arif dan bijaksana menyikapi masalah ini. Aceh ini bukan hanya Banda Aceh. Unesco mengakui Tarian Saman, dan sejumlah kesenian Aceh lainnya. Lalu kenapa kita hendak melupakannya?
Menghilangkan keberadaan Dewan Kesenian, sama halnya dengan menghilangkan jati diri kami sebagai orang Gayo. Karena yang namanya seni dan kesenian adalah bagian dari kehidupan kami di wilayah tengah ini. Untuk itu Hamdani meminta Dinas Disbudpar Aceh berpikir ulang dan lebih objektif lagi dalam menyikapi persoalan ini, karena masalah ini sangat sensitif. Pungkasnya. (Redaksi)